Presiden Lai Ching-te menerima kunjungan delegasi Aliansi Antar-Parlemen untuk Kebijakan Tiongkok (Inter-Parliamentary Alliance on China, IPAC) di Istana Kepresidenan, Rabu, 27 Agustus 2025.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Lai mengucapkan terima kasih atas konsistensi IPAC dalam menunjukkan dukungan konkret terhadap demokrasi Taiwan. Ia menegaskan bahwa Taiwan akan terus memperkuat kemampuan pertahanan nasional sekaligus memperdalam kerja sama dengan mitra demokratis demi membangun kekuatan deterensi bersama.
Presiden juga berharap melalui jejaring lintas parlemen, IPAC dapat menggalang lebih banyak sekutu yang memiliki visi serupa untuk bersama-sama melindungi demokrasi, perdamaian, dan kemakmuran regional maupun dunia.
Pada Juli tahun lalu, IPAC menyelenggarakan pertemuan tahunan di Taipei dengan menghadirkan delegasi lintas parlemen terbesar sepanjang sejarah. Dalam kesempatan tersebut, IPAC juga meluncurkan draf resolusi parlemen terkait Resolusi 2758 PBB, yang bertujuan membantu Taiwan melawan strategi “perang hukum” yang dilancarkan Tiongkok.
Berkat langkah IPAC, parlemen Inggris, Belanda, Ceko, dan Parlemen Eropa, mengadopsi resolusi atau mosi dukungan untuk Taiwan. Bahkan, sejumlah lembaga eksekutif negara lain juga secara terbuka menyatakan dukungan terhadap Taiwan.
Belakangan ini Tiongkok semakin gencar melancarkan tekanan militer dan propaganda terhadap Taiwan dan negara-negara sekitar, sehingga mengganggu stabilitas regional. Di tengah konvergensi kepentingan antara negara-negara otoriter seperti Tiongkok dan Rusia, hanya dengan kerja sama menyeluruh barulah negara-negara demokratis dapat bersama-sama mempertahankan perdamaian, kebebasan, dan demokrasi.
Lebih lanjut, Presiden Lai menyatakan bahwa Taiwan akan terus meningkatkan kemampuan pertahanan diri. Anggaran pertahanan Taiwan untuk tahun depan ditetapkan sebesar 3,32% dari PDB, setara standar NATO, dengan target peningkatan hingga 5% pada 2030. Langkah ini dilakukan untuk memperkuat kapasitas pertahanan sekaligus berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas regional.
Ketua Bersama IPAC, Iain Duncan Smith, dalam pidato tanggapannya menyampaikan bahwa pada November mendatang IPAC akan menggelar pertemuan tahunan berskala lebih besar di Belgia. Agenda tersebut akan membahas tantangan global yang kian kompleks. Ia mencontohkan invasi Rusia ke Ukraina sebagai bukti nyata agresi rezim otoriter, dengan dukungan Iran, Korea Utara, dan Tiongkok.
Smith menekankan bahwa tren konsolidasi negara-negara otoriter tersebut menimbulkan dampak luas, termasuk terhadap masa depan Taiwan. “IPAC berkomitmen untuk membangkitkan kesadaran komunitas internasional dan mencegah tindakan serupa dari rezim otoriter di masa mendatang,” tegasnya.