Presiden Lai Ching-te menjawab berbagai pertanyaan terkait pertahanan nasional Taiwan, hubungan lintas selat, hubungan Taiwan-Amerika Serikat, perang Rusia-Ukraina, serta industri semikonduktor dalam sebuah wawancara daring bersama jurnalis The New York Times untuk ajang DealBook Summit. Wawancara ini telah ditayangkan pada 4 Desember.
DealBook Summit adalah acara tahunan bergengsi yang diadakan oleh The New York Times untuk mendorong dialog antara para pemimpin dari berbagai sektor, serta menyajikan pandangan dan analisis mengenai isu-isu global. Tahun ini, acara digelar pada 3 Desember (waktu AS bagian timur) di New York, dengan menghadirkan sejumlah pembicara termasuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Keuangan Amerika Serikat Scott Bessent, Gubernur California Gavin Newsom, CEO Palantir Alex Karp, serta CEO dan Ketua Dewan Turning Point USA Erika Kirk.
Dalam wawancara tersebut, Presiden Lai menjelaskan bahwa latihan militer Tiongkok yang menargetkan Taiwan semakin sering dan semakin intens. Mereka bahkan telah bergerak melampaui Rantai Pulau Pertama hingga ke Rantai Pulau Kedua, yang berdampak pada kawasan Indo-Pasifik dengan lebih luas.
Pada saat yang sama, kampanye yang dipropagandakan Tiongkok terhadap Taiwan juga semakin serius. Untuk menjaga keamanan nasional dan memenuhi tanggung jawab dalam mempertahankan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, Taiwan telah mengumumkan anggaran pertahanan khusus.
Presiden menjelaskan, "Kami percaya bahwa perdamaian tidak ternilai harganya, dan perang tidak memiliki pemenang. Meski kami mendambakan perdamaian, kami tidak boleh memupuk ilusi tentang hal itu." Perdamaian harus dijamin melalui kekuatan. Karena itu Taiwan meningkatkan anggaran pertahanan dan memperkuat kapabilitas pertahanan nasional, sekaligus mengurangi ketergantungan ekonomi terhadap Tiongkok.
Langkah ini mencakup peningkatan ketahanan ekonomi. Pada 2010, 83,8 persen investasi keluar Taiwan mengalir ke Tiongkok; tahun lalu, angkanya turun menjadi sekitar 7 persen. Taiwan juga bekerja sama dengan negara-negara demokrasi lain untuk memperkuat upaya pencegahan. Persiapan yang matang adalah cara terbaik untuk mencegah perang dan mewujudkan perdamaian.
"Kita harus memastikan kesiapan terbaik untuk skenario terburuk. Apa pun lini masa yang mungkin dimiliki Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLA), prinsip dasar Taiwan adalah bahwa kita harus siap terlebih dahulu, inilah prinsip fundamental kami."
Presiden Lai juga menegaskan kepada komunitas internasional bahwa Taiwan akan melakukan segala yang diperlukan untuk melindungi diri serta menjaga perdamaian dan stabilitas regional. "Kami mengucapkan terima kasih kepada komunitas internasional, termasuk negara-negara G7, presiden Amerika Serikat, para pemimpin politik Jepang, dan banyak pihak lainnya atas perhatian mereka terhadap perdamaian lintas selat dan penekanan bahwa stabilitas di Selat Taiwan merupakan elemen penting bagi keamanan dan kemakmuran global," ujar Presiden Lai.
Meskipun Taiwan dan Amerika Serikat tidak memiliki hubungan diplomatik resmi, Taiwan sangat berterima kasih kepada Kongres AS atas pengesahan Taiwan Relations Act serta kepada Presiden Ronald Reagan atas Six Assurances (Enam Jaminan). Selama beberapa dekade, pemerintahan AS dari berbagai masa dan kedua partai di Kongres telah memberikan dukungan kuat kepada Taiwan berdasarkan fondasi ini.
Sejak Presiden Trump menjabat, kerja sama dengan Taiwan tidak hanya berlanjut, tetapi bahkan semakin meluas. Taiwan ingin mendorong kerja sama lebih lanjut dengan Amerika Serikat melalui negosiasi tarif, tidak hanya untuk membantu mengatasi defisit perdagangan, tetapi juga untuk memperdalam hubungan ekonomi bilateral dan mempererat persahabatan.