Pada tanggal 24 September 2022 dalam pidato di Sidang Umum PBB, Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, melontarkan pernyataan bahwa Tiongkok memiliki kedaulatan atas Taiwan, dan secara sengaja menginterpretasikan resolusi 2758 secara salah, mengaitkan resolusi tersebut dengan “Prinsip Satu Tiongkok”, berniat menciptakan ilusi bahwa Taiwan berada di bawah yurisdiksi Republik Rakyat Tiongkok, dan menutup-nutupi tindakan provokatif Tiongkok yang dilakukan baru-baru ini di Selat Taiwan.
Kementerian Luar Negeri (MOFA) mengecam keras tindakan Wang Yi dalam Sidang Umum PBB yang memutarbalikkan fakta sejarah, sengaja menimbulkan kerancuan terhadap situasi yang sebenarnya terjadi, serta serangkaian kebohongan yang bertujuan untuk menciptakan kesalahpahaman dalam komunitas internasional.
MOFA kembali menegaskan resolusi PBB 2758 hanya menangani hak representasi Tiongkok dalam PBB, dan sama sekali tidak menyebut kata “Taiwan”. Resolusi tersebut juga tidak memberikan amanat kepada Republik Rakyat Tiongkok (PRC) untuk mewakili Taiwan dalam PBB, dan sama sekali tidak menyebut ROC (Taiwan) adalah bagian dari PRC.
Tiongkok terus-menerus dengan sengaja memutarbalikkan fakta dokumen sejarah dan melakukan interpretasi politis secara salah, serta mengait-ngaitkan resolusi tersebut dengan “Prinsip Satu Tiongkok” yang tidak meraih konsensus komunitas internasional. Tiongkok juga selama bertahun-tahun menekan PBB untuk memarginalisasi Taiwan dan masyarakat Taiwan.
ROC (Taiwan) adalah negara yang bebas dan demokratis. Taiwan yang demokratis dan Tiongkok yang despotis tidak saling tunduk dan tidak memiliki yurisdiksi atas satu sama lain. Ini adalah hal yang diakui oleh komunitas internasional, fakta objektif, dan status quo di Selat Taiwan saat ini. PRC tidak pernah berkuasa atas Taiwan, dan Taiwan bukan bagian dari PRC. Hanya pemerintah yang dipilih oleh masyarakat Taiwanlah yang memiliki amanat untuk mewakili 23,5 juta masyarakat Taiwan dalam PBB dan organisasi internasional. Pemerintahan Partai Komunis Tiongkok yang tidak pernah berkuasa atas Taiwan, tidak memiliki hak untuk ikut campur.
Piagam PBB dengan jelas menyebutkan menjaga perdamaian dan stabilitas internasional adalah misi dan prinsip PBB. Piagam tersebut dengan tegas melarang penggunaan kekerasan untuk menyelesaikan konflik. Akhir-akhir ini Tiongkok tanpa henti meningkatkan ancaman terhadap Taiwan, seperti melakukan latihan militer di kawasan udara dan perairan di sekitar Taiwan, mengirim kapal dan pesawat militer untuk melewati garis batas Selat Taiwan, dan bermacam-macam tindakan militer agresif sepihak. Tindakan tersebut merusak status quo dan perdamaian di Selat Taiwan, membahayakan keamanan di kawasan Indo-Pasifik, dan melanggar isi Piagam PBB.
Kendati demikian, Tiongkok tanpa merasa malu menggemakan pernyataan cinta damai dalam Sidang Umum PBB. Namun pernyataan mengancam yang dilontarkan kembali membuktikan tindakan Tiongkok sebagai pihak “Maling Teriak Maling”. Tiongkok adalah institusi politis yang berambisi melakukan ekspansi otoritarianisme, serta berupaya merusak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dan regional secara sepihak.