“Saya telah menunggu momen ini selama 77 tahun,” ujar seorang kakek bernama Hsu Yung-chung, yang walaupun sudah beruban dan berkeriput, tetapi masih terus mengejar cita-cita untuk menjadi pelari tercepat di dunia. Dengan berlinang air mata, ia menuturkan saat-saat mengharukan, ketika ia berdiri di atas panggung untuk menerima medali sambil diiringi lagu kebangsaan Taiwan.
Hsu Yung-chung adalah seorang pengusaha yang dihormati, dan sosok yang dicintai oleh keluarganya. Namun, kesuksesan dalam karir tidak membuat cita-citanya menjadi seorang atlet layu sebelum berkembang. Ketika ia menginjak usia 70 tahun, ia mulai menyandang status “atlet lari” dan pada bulan September tahun lalu, ia berhasil merebut 3 medali emas dan 1 medali perak dalam kejuaraan dunia atletik untuk lansia di Malaga, Spanyol.
Dalam kejuaraan tersebut, Hsu Yung-chung berlari dalam kategori lansia berumur 75-79 tahun, dan berhasil meraih medali emas untuk lari cepat atau sprint di nomor 200 meter, 400 meter, dan 300 meter lari gawang. Sedangkan medali perak diperolehnya dalam perlombaan lari gawang nomor 80 meter.
Baru-baru ini, Hsu Yung-chung juga terpilih menjadi atlet pria terbaik tahun 2018 oleh Asia Masters Athletic. Menurut rencana, penghargaan tersebut akan diserahkan kepada Hsu Yung-chung dalam kejuaraan AMA tahun 2019, yang akan diselenggarakan pada bulan Desember mendatang.
Meskipun perwakilan Taiwan menghadiri kompetisi AMA dengan status “Chinese Taipei” karena penyelenggaraan AMA dilakukan dengan mengacu pada penyelenggaraan olimpiade, tetapi dalam kompetisi di Spanyol tahun lalu perwakilan Taiwan diperbolehkan membawa bendera nasional dalam upacara pembukaan, dan lagu nasional yang dialunkan ketika perwakilan Taiwan menerima penghargaan adalah lagu kebangsaan Taiwan. “Ketika berada dalam suasana itu, saya tidak sanggup menahan rasa haru,” Hsu Yung-chung menuturkan.
Dalam kesehariannya, Hsu Yung-chung adalah seorang pengusaha bahan baku kimia, dan produk bioteknologi. 40 tahun yang lalu, ia dan sang istri serta keempat putrinya membuka usaha di Los Angeles, dan menetap di sana sampai sekarang.
Hsu Yung-chung menceritakan, “Ketika masih SD, saya adalah pelari tercepat di antara teman-teman saya, tidak ada yang bisa mengejar saya. Ketika SMP dan SMA, saya sekolah di Sekolah Menengah Chang Jung yang memiliki pendidikan olahraga sangat baik, dan saat itu dengan mengandalkan semangat dan kerja keras, saya berhasil memenangkan perlombaan nasional, walaupun tidak punya pelatih. ”
Di bangku kuliah, Hsu Yung-chung melanjutkan studi ke National Chengchi University jurusan akuntansi dan statistik, dan ia memanfaatkan waktu senggangnya untuk bermain rugby, sepak bola, dan atletik. Di tahun pertama kuliah, ia menerima undangan dari tim rugby Kota keelung untuk mengikuti pertandingan hingga ke luar negeri.
Saat itu, pergi bertanding ke luar negeri bukanlah hal yang mudah. Karena masalah pendanaan, Hsu Yung-chung dan rekan-rekannya harus naik kapal kargo dan menempuh perjalanan selama empat hari untuk sampai di Jepang. Setelah tiba di Jepang, mereka masih harus menjual pisang untuk membiayai perjalanan menghadiri pertandingan di Korea Selatan.
50 tahun yang lalu ketika berlatih untuk perlombaan lari nasional, Hsu Yung-chung berlatih hanya mengandalkan semangat. Sekarang ia sudah memahami pentingnya latihan yang terarah dan sistematis. Kini setiap hari jam enam pagi, Hsu Yung-chung pergi berlatih di pusat kebugaran bersama seorang pelatih profesional. Kebiasaan tersebut sudah ia lakukan selama enam tahun hingga sekarang.
Hsu Yung-chung mengatakan, “Latihan otot inti (core muscle) sangat penting, dengan melatih otot inti dan menjaga fleksibilitas tubuh, kemampuan saya berolahraga tidak menurun walaupun saya semakin tua.” Tiga tahun yang lalu, Hsu Yung-chung memperoleh medali emas di nomor 200 meter dengan catatan waktu 29,46 detik, tiga tahun berikutnya ia memperoleh catatan waktu 29,49 detik untuk nomor yang sama.
Lin Fu-mei, istri Hsu Yung-chung dikenalnya ketika masih kuliah, mengatakan, “Hsu Yung-chung sudah menjalani latihan atletik selama enam tahun. Kami sekeluarga ikut berangkat ke luar negeri untuk mendukung dia berlomba. Kami sudah pernah ikut ke Jepang, Singapura, Perancis, Australia, dan Spanyol. Kegiatan ini tidak hanya mempererat hubungan kami sebagai keluarga, tetapi juga dapat menjadi contoh bagi anak cucu kami.”
Lin Fu-mei dengan bangga memperlihatkan sebuah lukisan yang dibuat oleh salah satu cucunya yang berjudul “Siapakah sosok yang paling berharga bagimu”. Di atas kertas gambar tersebut, sang cucu melukis Hsu Yung-chung yang sedang berlari di arena perlombaan.
“Berolahraga dapat membuat suasana hati lebih gembira, dan kegembiraan tersebut bisa ditularkan ke orang-orang disekitar kita. Dengan mendukung kegiatan berolahraga Hsu Yung-chung hingga ke berbagai negara, kami berkesempatan untuk menjalin persahabatan dengan teman baru dari berbagai negara, sekaligus menyampaikan sebuah pesan kepada cucu-cucu, kakek sudah setua ini pun masih terus giat berusaha untuk menggapai cita-citanya, asalkan kalian tekun berusaha, semua pasti bisa diraih,” ujar Lin Fu-mei
Hsu Yung-chung yang saat ini sudah menjadi kakek dari 10 orang cucu, telah menetapkan target berikutnya, yaitu memecahkan rekor dunia ketika dirinya genap berusia 80 tahun.