02/05/2024

Taiwan Today

Politik

Eksekutif Yuan Loloskan RUU Pernikahan Sesama Jenis

22/02/2019
Menteri Kehakiman, Tsai Ching-hsiang memberikan keterangan pers terkait RUU Pernikahan Sesama Jenis. (Foto oleh CNA)

Eksekutif Yuan pada tanggal 21 Februari 2019 mengesahkan UU Khusus Interpretasi Pernikahan No.748, di mana dua orang yang telah berumur 18 tahun dan memiliki gender yang sama dapat mengikat hubungan pernikahan. Adapun implementasi UU ini akan mulai berlaku tanggal 24 Mei mendatang dan rancangan UU ini telah dikirim ke Legislatif Yuan untuk menjadi bahan pertimbangan. 

Menteri Kehakiman Taiwan, Tsai Ching-hsiang, menjelaskan bahwa rancangan UU Khusus Interpretasi Pernikahan No.748 merupakan UU klasifikasi khusus.

Dalam RUU Pernikahan Sesama Jenis ini, terdapat 27 pasal, di mana pernikahan sesama jenis terjadi antara 2 orang yang memiliki jenis kelamin sama, dengan tujuan untuk mengelola kehidupan bersama secara intim dan permanen atau jangka panjang yang ekslusif. 

Dalam pembentukan atau pemutusan hubungan pernikahan sesama jenis, kedua belah pihak harus mendaftarkan diri dalam administrasi kerumahtanggaan secara tertulis, didampingi oleh 2 saksi yang turut memberikan tanda tangan. Kedua belah pihak juga harus berusia 18 tahun atau lebih, dan mereka yang belum genap berusia 20 tahun harus mendapatkan pendampingan legal dari wali.

Hak dan kewajiban dalam pernikahan sesama jenis diatur dengan mengacu pada ketentuan Hukum Perdata. Rancangan ini secara jelas menetapkan bahwa pihak-pihak terkait dalam hubungan pernikahan sesama jenis memiliki kewajiban hidup bersama yang saling menguntungkan. Tempat tinggal harus disetujui bersama oleh kedua belah pihak, dan keduanya harus saling membantu dalam pekerjaan rumah sehari-hari, termasuk urusan biaya hidup rumah tangga, terkecuali jika telah ada kesepakatan lain dalam hukum atau perjanjian tertentu. Mengenai urusan ekonomi, kedua belah pihak harus berbagi terkait pekerjaan atau kegiatan dalam rumah tangga, maupun pembagian tugas kerja dan kegiatan lainnya. Selain itu, urusan hutang piutang juga menjadi kewajiban bersama dan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak.

Dalam pernikahan sesama jenis, mekanisme pengaturan aset kedua belah pihak mengacu kepada hukum perdata yang telah berlaku dalam sistem pembagian harta selayaknya suami dan istri. Kedua belah pihak memiliki kewajiban perwalian dan pengasuhan, termasuk dalam hal hak pewarisan dan lain-lain, semua disesuaikan dengan hukum perdata yang berlaku. 

Sementara terkait dengan perlindungan hak anak-anak dari pernikahan sesama jenis, RUU ini menetapkan bahwa salah satu dari kedua pihak dapat mengadopsi anak yang memiliki hubungan kandung, dengan ketentuan sesuai perundang-undangan terkait adopsi.

Aturan hukum umum perdata dan mengenai hutang piutang pasangan, serta ketentuan pernikahan secara umum juga dapat digunakan sebagai landasan dalam pernikahan sesama jenis.

Memperhitungkan rujukan hukum secara umum dan berlandaskan regulasi hukum perdata yang telah ada, pernikahan sesama jenis tidak diperbolehkan bagi mereka yang memiliki hubungan keluarga dekat, termasuk memiliki hubungan darah secara langsung, saudara ipar, hubungan kekerabatan 4 sisi kekerabatan, atau saudara ipar dengan 5 kekerabatan. Mereka yang berbeda generasi juga tidak dapat melangsungkan pernikahan sesama jenis, termasuk bagi mereka yang memiliki hubungan perwalian, juga tidak dapat mengikat hubungan pernikahan.

Pernikahan bigamy tidak diperbolehkan. Mereka yang telah memiliki pasangan atau sudah menikah, baik menikah dengan yang berbeda jenis kelamin, atau telah menikah dengan pasangan sesama jenis, tidak diperbolehkan menikah lagi.

Rancangan UU ini juga secara khusus menyatakan bahwa setiap individu atau grup yang ada tetap memiliki kebebasan dalam menjalankan agama kepercayaannya dan memiliki kebebasan lain yang diatur sesuai dengan hukum perundang-undangan, dan tidak akan terpengaruh dengan adanya implementasi hukum ini.

Tsai Ching-hsiang mengatakan bahwa pernikahan dengan WNA melibatkan berbagai elemen dan hal yang cukup rumit, oleh karena itu untuk saat ini tidak akan menjadi bahan pertimbangan, sementara aturan hukum mengenai reproduksi artifisial, berdasarkan kewenangan dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan, merujuk kepada UU yang berlaku saat ini tidak diperbolehkan, karena itu dalam RUU Pernikahan Sesama Jenis juga tidak diperbolehkan.

Dalam hukum perdata terkait pernikahan dengan lawan jenis, jika warga negara Taiwan menikah dengan orang asing, maka kategorinya akan dimasukkan ke dalam hukum perdata terkait warga negara asing, oleh karena itu pernikahan dengan WNA belum termasuk di dalam UU khusus ini, sebab hal tersebut akan melibatkan ruang lingkup hukum dari hukum perdata WNA yang saat ini berlaku, dan hal ini masih akan ditinjau lebih lanjut oleh pihak terkait. 

Jika salah satu pihak telah mengadopsi anak sebelum pernikahan, apakah setelah menikah pasangannya juga dapat mengadopsi anak tersebut? Tsai Ching-hsiang mengatakan, saat ini RUU tersebut lebih memperhatikan hak dan kepentingan anak-anak yang memiliki hubungan kandung, sementara terkait adopsi tanpa ikatan keluarga, masalah turunannya terlalu besar, sehingga untuk sementara waktu masih belum dipertimbangkan.

Ketentuan ini belum memasukkan seluruh pertimbangan dan kondisi yang ada, sebab RUU ini merupakan tanggapan terhadap hasil referendum dan interpretasi pembuat keputusan. Masih terdapat banyak masalah dan hal lainnya yang perlu ditangani. Kementerian Kehakiman mengusulkan RUU ini untuk tahap pertama, namun revisi selanjutnya masih dapat dilakukan pada aspek-aspek yang diperlukan.

Terpopuler

Terbaru