28/04/2024

Taiwan Today

Politik

Chung Chao-cheng, Bapak Sastra Taiwan Meninggal di Usia 96 Tahun

18/05/2020
Tidak sedikit dari sastrawan generasi kedua dan ketiga setelah masa perang yang menerima bimbingan dari Chung Chao-cheng. Kontribusi terbesar Chung Chao-cheng adalah mendorong gerakan Hakka di Taiwan, dan mempersatukan kesadaran jati diri masyarakat Hakka. (Foto oleh CNA)

Sastrawan Hakka, Chung Chao-cheng, meninggal dunia di usia 96 tahun pada pukul 19.00 tanggal 17 Mei 2020 di kediamannya di Distrik Longtan, Taoyuan.

 
Chung Chao-cheng adalah salah satu sastrawan pelopor yang memulai zaman keemasan sastra Hakka. Ia dijuluki sebagai “Bapak Sastra Taiwan”, dan menjadi saksi berkembangnya sejarah sastra Taiwan.
 
Chung Chao-cheng lahir pada tahun 1925 di Distrik Longtan, Taoyuan, dan merupakan anak tunggal dalam keluarganya. Ia menempuh pendidikan menengah di Tamsui, dan kuliah di Sekolah Keguruan Changhua. Setelah lulus, ia diminta oleh pemerintah kolonial Jepang untuk bergabung dengan pasukan militer. Setelah Taiwan kembali ke pemerintah ROC, ia melanjutkan kuliah di jurusan Sastra Mandarin National Taiwan University (NTU). Pendidikan tersebut tidak ia selesaikan karena masalah pendengaran, kemudian ia memutuskan untuk bekerja sebagai guru sekolah dasar, yang ia geluti selama 40 tahun.      
 
Chung Chao-cheng sangat menggemari bidang sastra. Ia memulai perjalanannya mempelajari sastra dengan membaca Bai Jia Xing (Hundred Family Surnames) dan San Zi Jing (Three Character Classic). Ketika ia membaca huruf yang tidak ia pahami, ia mencari maknanya dalam Kamus Kangxi (kamus bahasa Tionghoa standar pada abad ke-18 dan 19). Kemudian, minatnya terhadap sastra berkembang ke sastra klasik Tiongkok dan karya sastra yang muncul setelah “Gerakan 4 Mei”.
 
Pada awalnya, Chung Chao-cheng menulis karya sastra dalam bahasa Jepang, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin. Kemudian ia perlahan-lahan membiasakan diri untuk menulis langsung dalam bahasa Mandarin.             
 
Pada tahun 1950, ia mulai menerbitkan karyanya yang sebagian besar berupa novel dan hasil karya  terjemahan. Pada tahun 1956, ia menerbitkan buku kumpulan antologi sastra pertamanya, dan pada tahun 1957, ia memelopori penerbitan jurnal “Wenyou Tongxun”, untuk mengumpulkan hasil karya sastra asli Taiwan setelah masa perang, dan merupakan cikal bakal dari ranah sastra asli Taiwan.  
 
Pada tahun 1960 ia menerbitkan novel panjang berjudul “The Dull Ice Flower”, yang merupakan novel panjang karya pertamanya. Selanjutnya ia menghasilkan sebanyak 22 buah novel panjang, dan 9 antologi novel, menjadikan Chung Chao-cheng sebagai sastrawan asli Taiwan yang paling produktif setelah masa perang. Antara tahun 1956 dan 1964, Chung Chao-cheng menyelesaikan “Turbidity Trilogy”, yang secara kolosal menuturkan penderitaan negara dan masyarakat.   
 
Pada tahun 1967, ia menyelesaikan “Taiwanese Trilogy” yang ia tulis selama 10 tahun. Novel tersebut mengangkat tema pemberontakan dengan 50 tahun sejarah pendudukan Jepang sebagai latar belakang. Karya sastra Chung Chao-cheng sarat dengan semangat kemanusiaan, dan mencatat sisi kehidupan dari berbagai lapisan masyarakat Taiwan selama masa pendudukan Jepang.
 
Semasa hidupnya, Chung Chao-cheng pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi, dan memainkan peran sebagai penyemangat untuk para sastrawan Taiwan agar terus berkarya. Tidak sedikit dari sastrawan generasi kedua dan ketiga setelah masa perang yang menerima bimbingan dari Chung Chao-cheng. Kontribusi terbesar Chung Chao-cheng adalah mendorong gerakan Hakka di Taiwan, dan mempersatukan kesadaran jati diri masyarakat Hakka.    
 
Chung Chao-cheng pernah meraih Penghargaan Seni dan Sastra Nasional, Penghargaan Sastra Taiwan, serta Penghargaan Sastra Wu San-lian. Pada tahun 2000 ia diundang untuk menjadi penasihat senior Istana Kepresidenan, dan pada tahun 2007 ia meraih penghargaan prestasi seumur hidup atas kontribusinya bagi masyarakat Hakka.    
   
Chun Chao-cheng pernah berkali-kali mengungkapkan harapannya agar perkembangan sastra Taiwan dapat terus dibangun, dan pelestarian bahasa Hakka dapat terus diwariskan serta diwudjukan.
 
Jika dijumlahkan, Chung Chao-cheng telah menghasilkan hasil karya sepanjang 20 juta huruf. Semangat berkarya yang ia miliki, serta bimbingan yang ia berikan kepada generasi berikutnya telah berhasil merintis perkembangan sastra Taiwan, serta menjadikan masa hidupnya sebagai saksi bagi perkembangan sejarah sastra Taiwan.     
 

Terpopuler

Terbaru